Jika ada yang bertanya kepadaku siapa cinta pertamaku, aku akan
menjawab,
Dialah, ayahku..
Dialah, ayahku..
Tubuhnya tegap dan tinggi. Wajahnya menggambarkan
ketegasan seorang pemimpin. Dengan kumisnya yang khas menghiasi wajahnya.
Ayahku terlihat seperti seseorang yang dingin dan galak, jika dilihat dari
penampilannya. Padahal saat beliau tersenyum, terpancar kehangatan dan sifat
kasih sayang dari lengkungan senyumnya, dengan lesung bibir yang menambahkan
kesan bahwa ayahku adalah seorang yang hangat dan sangat “family man”.
Bahkan jika ditanya seperti apa sosok kriteria pria
idamanku, aku akan menjawab “pria yang akan menjadi pendampingku harus seperti ayahku..” yap, pria idamanku adalah
sosok ayahku. Ayahku menggambarkan sosok seorang pemimpin yang tegas namun
begitu hangat dalam keluarga. Ayahku adalah kebanggaanku. Setiap apa yang ayah
lakukan membuatku kagum dan makin membuatku bertambah sayang terhadapnya.
Setiap anak gadis tentunya sudah ditakdirkan untuk
lebih dekat dengan sosok ayahnya daripada sosok ibu mereka. Dan itulah yang
terjadi kepadaku. Aku sangat dekat dengan ayahku. Ayahku bernama Sutopo. Tanpa
ada nama yang lain, tanpa tambahan gelar apapun dalam namanya, ia hanya seorang
lulusan SMU. Tapi, ayahku memiliki gelar yang sangat prestisius dimata
anak-anaknya, khususnya aku. Ayahku memiliki gelar sebagai seorang pahlawan dan
cinta pertamaku. Seperti kata seorang anonim “Daddy is a daughter first love”.
Bahkan saat menulis tentang ayahku-pun saat ini, aku
menangis. Mungkin lebih tepatnya, aku terharu. Entahlah ayahku seolah memiliki
magnet yang sangat kuat bagiku. Banyak orang disekitar kami yang mengatakan
bahwa kami begitu mirip. Mereka bilang gambar air mukaku, dan wajahku secara
keseluruhan sangat mirip dengan ayahku. Bahkan lesung bibir yang kata orang
menambah kadar manisku juga sangat mirip dengan yang dimiliki oleh ayahku.
Janggutku yang khas ini juga kloningan dari ayahku, barisan gigigiku yang kecil
seperti biji mentimun juga kloningan dari ayahku. Hehe kami sangat mirip
katanya.
---
Aku tahu, hidup tak akan semudah yang aku bayangkan.
Aku banyak belajar tentang kehidupan dari beliau, seorang lelaki tanpa gelar
namun sangat berjasa bagi kami anak-anaknya. Ayahku selalu mengajarkan agar aku
menghargai oranglain, selalu bersikap rendah diri dan berguna untuk oranglain,
bukan menyusahkan oranglain. Ayahku mengajarkan aku menjadi seorang wanita tangguh,
kuat dan mandiri serta bertanggung jawab terhadap apa yang aku lakukan.
Suatu hari, saat itu aku berusia 10 tahun, baru saja
memasuki kelas 4 sekolah dasar. Aku mengalami kejadian yang tak pernah aku
bayangkan sebelumnya. Suatu kejadian yang benar-benar membuatku harus menjadi
seseorang bertanggung jawab terhadap apa yang telah aku perbuat.
Kisah ini berawal dari sebuak kepingan dvd yang aku
pinjam dari sebuah rental dvd. Waktu itu masa peminjamannya 3 hari. Aku
meminjam sebuah dvd film horror berjudul Kuntilanak, yang dibintangi oleh Julie
Estelle dan Evan Sanders. Berhubung aku sangat suka dengan hal yang berbau
mistis. Akupun menyewanya. Aku mengajak sepupuku Dodo, untuk menontonnya
bersama. Karena, meskipun aku tertarik dengan dunia mistis tetapi aku tetapsaja
seorang gadiskecil yang bisa dibilang penakut.
Setelah menonton bersama, ternyata Dodo malah
meminjam atau lebih tepatnya membawa kabur kepingan dvd film tersebut tanpa
memberitahukannya kepadaku. Dasar pelupa, aku juga lupa bahwa sudah lebih dari
3 hari dvd itu disewa atas namaku. Sedangkan dvd itu tidak berada ditanganku.
Malam itu, setelah pulang mengaji ayahku kedatangan
seorang tamu. Entahlah aku tidak tahu siapa tamu itu. Kemudian ayahku
memanggilku.
“Kamu pinjam kaset apa?” dari nada bicara ayahku dan raut mukanya, aku bisa
tau kalau ayahku sedang marah besar sekarang.
Saat itu, aku masih ingat. Dengan tegas ayahku
menyuruhku membayar uang denda kaset itu. Aku hanya
menunduk tak berbicara apapun, kecuali memainkan jari-jemariku. Aku gugp dan
takut. Akibat kecerobohanku dan kenakalan sepupuku itu, aku harus membayar
denda sebesar Rp 5000,00 uang yang lumayan banyak untuk ukuranku saat itu.
Untung aku punya celengan, jadi aku mengambil uang dari celenganku. Saat itu
aku merasa malu terhadap diriku sendiri, terutama kepada ayahku. Aku merasa
bersalah karena tidak bisa bertanggung jawab terhadap apa yang telah aku
lakukan. Namun, dengan adanya kejadian di malam itu. Aku bisa mendapatkan
pelajaran dari apa yang telah aku lakukan. Tanggung jawab.
“Jika kamu berani melakukan sesuatu, kamu harus berani, karena hasil atau akibat dari perbuatanmu akan menjadi tanggung jawabmu” – Ayahku.
---
Ayahku banyak mengajarkan tentang kehidupan, secara
tersurat maupun tersirat. Selama ini aku selalu tahu bahwa ayahku adalah sosok
yang tangguh, itu pasti karena beliau adalah seorang pria. Selama ini aku
sering mengeluh tentang kehidupanku, semua yang aku alami selalu kuprotes.
Kenapa aku begini dan kenapa aku begitu dan kenapa selalu aku?
Hari itu mamaku menasehatiku, mama bilang aku
harus menjadi seorang yang kuat dan tegar, demi ayah. Lalu mamaku bercerita
mengenai banyak hal tentang ayahku yang aku tak tahu sebelumnya, bahkan tak
pernah aku sangka. Ayahku banyak mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan dalam
hidupnya. Maksudku, dalam dunia pekerjaannya. Selalu ada saja orang-orang yang
berusaha menjegal karir beliau. Memfitnah beliau. Orang kepercayaan yang
menusuk beliau dari belakang. Sejujurnya itu membuatku shock, dan membenci
orang-orang yang mencoba menghancurkan ayahku.
Tetapi, dari situ aku belajar untuk menjadi wanita
tangguh. Tangguh seperti ayahku, mamaku juga menasehatiku agar aku punya
kepribadian seperti karang yang ada dilautan luas.
“jadilah seperti karang, yang
tak goyah walau diterjang badai”
Dari situ pulalah aku belajar untuk tidak mudah
mempercayai oranglain. Sehingg secara tidak langsung apa yang terjadi kepada
ayahku, itu pula yang membentuk karakterku. Aku orang yang tegas, seperti ayah.
Aku orang yang tidak mudah mempercayai oranglain, seperti ayah. Aku orang yang
tidak egois, seperti ayah. Aku orang yang punya pendirian kuat dan tetap,
seperti ayah. Aku mempunyai banyak teman, meskipun aku tidak tau siapakah
temanku yang sebenarnya. Seperti ayah.
Aku adalah gadis yang cerewet dan serba ingin tahu.
Aku adalah gadis yang selalu bertanya. Aku adalah gadis yang tak pernah puas
hanya dengan satu jawaban. Karena aku selalu suka segala sesuatu yang perfect
dan detail. Aku sangat dekat dengan ayahku. Kami selalu bertukar cerita. Bahkan
kami juga sering berdebat haha. Rasanya kami sangat cocok satu sama lain.
Suatu hari aku bertanya tentang politik kepada
ayahku. Waktu itu aku baru kelas lima SD. Aku berkata “Yah, aku pingin jadi pengacara
atau politikus hehe..”
“Wah, kenapa bisa seperti itu? Apa yang membuatmu begitu tertarik
dengan bidang itu nak?” ayahku tersenyum sambil melipat Koran yang sedang dibacanya lalu
mendekat kearahku.
“Aku suka aja, aku pingin membela kebenaran. Aku pingin jadi
seseorang yang bisa membantu orang-orang diluar sana yah..”
Haha.. jika ingat waktu itu, aku merasa malu dan
sedikit bodoh. Di usia yang sekecil itu aku sudah mulai sok tau dan ingin
belajar berpolitik. Memang ayahku suka bercerita mengenai politik kepadaku,
menceritakan hal-hal yang sebelumnya tak pernah aku bayangkan. Tetapi satu hal
yang paling aku ingat dari ucapan ayahku adalah..
“Politik itu kejam div, semakin
kamu masuk kamu akan semakin terjerat. Terlalu berisiko kalau putrid kecil ayah
ini ingin menjadi seorang politikus”
---
Dongeng sebelum tidur, adalah saat-saat yang selalu
aku tunggu saat aku masih kecil dulu. Aku suka sekali saat ayahku mulai
mendongeng. Ayahku suka mendongeng tentang si Kancil, Timun Mas, Bawang Merah
Bawang Putih, cerita pewayangan dan ayahku juga sering mengajarkanku doa-doa
sholat sambil aku terlelap tidur.
Setiap malam sampai aku duduk dikelas 3 SD, aku
selalu tidur dan dikeloni oleh ayahku. Hehehe.. kadang aku rindu dengan masa
itu. Ayahku selalu bercerita tentang yang ingin aku dengar. Tidak hanya dongeng-dongengan
dan bacaan doa, tetapi juga tentang kisah hidupnya sedari kecil hingga usia
ayahku saat itu. Hal itulah yang membuatku sangat dekat dengan ayahku.
Suatu hari saat aku masih kelas 1 SD, ayahku harus
ikut pelatihan KP 1 (Kursus Penjenjangan) di Madiun Jawa Timur. Jadi, selama 40
hari beliau tidak berada dirumah. Dan itu cukup membuat pusing mamaku. Karena
aku jadi tidak bisa tidur jika tidak dikeloni oleh ayahku.akhirnya, karena saat
itu aku sudah lancer membaca dan menulis, ketika mama ingin mengirim surat
untuk ayahku, mamaku memintaku untuk menuliskan sebuah surat untuk ayahku juga.
Akhirnya dilembar surat itu, ada sedikit tulisanku yang isinya “apa kabar yah, diva kangen
ayah..” haha kadang
suka terharu jika mengingat kejadian yang menyenangkan dimasa lalu. Ayahku
selalu berpesan kepadaku, masalalu itu kenangan yang tidak akan pernah terjadi
dua kali. Jadi masa-masa yang telah lalu itu menjadi kenangan, yang akan selalu
melekat di hati dan pikiran mu.
---
Aku jatuh cinta, pada seorang teman kampusku. Setiap
malam, aku dan ayahku selalu saling menelfon untuk sekedar menyapa ataupun
sharing berbagi cerita yang terjadi pada hari itu. Tanpa segan aku menceritakan
tentang sesosok pria yang telah menjerat hatiku ini. Ayahku mendengarkannya
dengan penuh perhatia, diujung telfon.
“Lalu aku harus bagaimana ayah? Kenapa aku sangat ingin mengenalnya
lebih jauh?”
“Diva, jika dia juga menyukai ataupun tertarik kepadamu. Tentunya
dia akan merespon balik. Setidaknya kalian mungkin bisa membuka suatu
pembicaraan”
“Tapi mana mungkin aku yang memulai yah?”
“Kamu boleh menyapanya duluan. Tapi tetap ingat, kamu adalah seorang
wanita nak.. Laki-laki akan lebih menghargai wanita yang menjaga kehormatan
dirinya..”
Selalu nyaman saat aku bercerita tentang apapun
kepada ayahku. Beliau selalu mempunyai cara dan solusi untuk memecahkan
masalahku. Ayahku selalu mempunyai semangat yang bisa ia tularkan kepadaku dan
kepada semua anak-anaknya. Ayahku selalu mengingatkanku dan berkata “ Jangan pernah jadi lilin,
meskipun ia dapat menolong orang lain. Tetapi ia akan habis
tak berbekas dan mengorbankan dirinya sendiri. Jadilah sebuah lampu neon. Ia
menerangi, tetapi tak pernah habis karena wujudnya tidak bisa musnah”
“Mencintai itu adalah bagaimana
kamu memberi dengan tulus dan tidak berharap apapun darinya, cintailah dia yang
kamu cintai. Tapi jangan terlalu banyak berharap karena ketulusan cinta itu tak
meminta kembali”
Jadi, aku boleh mencintai kan Yah?
With LOVE,
Your First Daughter
Your First Daughter
Kusuma Diva Larasati